Politikus PDIP: “Bisa Jadi 100 Hari Lagi Indonesia Punya Presiden Baru”

politikus-pdip-effendi-simbolon (tengah)-100 hari jokow-jk-jpeg.image
Politikus PDIP Effendi Simbolon (tengah) (Foto: Republika/Wihdan)

JAKARTA (SALAM-ONLINE): Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Effendi Simbolon melontarkan berbagai kritikan terhadap pemerintahan Jokowi-JK yang telah berjalan 100 hari. Ia pun menyindir dalam 100 hari berikutnya tak menutup kemungkinan Indonesia memiliki presiden yang baru.

Menurutnya, pemerintahan Jokowi-JK harus segera dibenahi dan dievaluasi. Sebab kekisruhan yang terjadi belakangan ini dalam pemerintahan Jokowi, dapat menjadi celah bagi lawan politiknya untuk menjatuhkan Jokowi.

“Kalau tidak cepat dievaluasi dan saya lihat JK terlalu pasif, maka bukan tidak mungkin 100 hari yang kedua belum tentu kita ada di sini lagi, bisa saja 100 hari kedua kita bicara presiden yang baru,” katanya di Universitas Paramadina, Jakarta, Senin (26/1), sebagaimana dikutip Republika Online.

Effendi menilai, lawan politik pemerintahan Jokowi pun tak akan tinggal diam melihat peluang ini. Menurutnya, kondisi saat ini pun menjadi celah bagi mereka untuk berkuasa.

“Karena teman di seberang sana diam-diam cambuk, stand by monitor dia. Ketika ada peluang, siapa yang tidak haus kekuasaan,” ucapnya.

Ia menyebut, pemerintahan Jokowi melemah karena ulah dan kesalahan internal KIH sendiri. Effendi melanjutkan, Jokowi pun dinilai melakukan kesalahan karena memilih sejumlah pejabat yang tak tepat dalam jajaran kabinetnya.

Effendi mencontohkan seperti Rini Soemarno yang terpilih menjadi Menteri BUMN, Sudirman Said sebagai Menteri ESDM, serta Sofyan Djalil menjadi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Terpilihnya sejumlah pejabat tersebut justru dinilai mengganggu pemerintahan Jokowi.

Baca Juga

“Bukan kami penyebabnya. Apalagi PDIP berpikiran mengganggu Jokowi, ga mungkin. Tapi justru seperti saya terkaget-kaget, kok kebijakan yang diambil begini,” katanya.

“Oh ternyata ada gumpalan-gumpalan kelompok yang lingkupi dia, seperti di kebijakan energi ekonomi ada Rini Soemarno, ada Sudirman Said, Sofyan Djalil, ini kelompok apa ini? Kok bisa-bisanya menangani ekonomi dari mana jalannya, sekolah di mana dulunya, nah yang begini-gini yang akhirnya memang menggangu pemerintahan itu,” jelasnya.

Menurutnya, sejak awal pemerintahan dibangun, Jokowi-JK sudah salah melangkah. Pasalnya, antara presiden dengan para pembantu presiden justru saling tak mengenal satu sama lain.

“Berangkatnya pemerintahan ini memang antara nahkoda dengan navigator, dan kru enggak saling kenal,” katanya.

Kendati demikian, ia mengatakan pemilihan para pembantu presiden dalam kabinetnya ini merupakan hak prerogatif presiden. Selain itu, ia juga mengibaratkan pemerintahan Jokowi ini layaknya pesawat yang tengah mengalami turbulensi. Ia pun mengkhawatirkan terjadinya turbulensi kedua, yakni saat pembahasan rancangan APBN-P 2015 di DPR nanti.

“Kalau itu turbulensi politik, kalau itu tidak disahkan, maka APBN yang digunakan itu yang 2015. Kalau itu yang digunakan, game over pemerintahan. Preventifnya enggak ada,” jelasnya. (ROL)

salam-online

Baca Juga