Aktivis Muhammadiyah: “Cara (Penangkapan) yang Dilakukan Densus, Lahirkan ‘Teroris’ Baru”

Mustofa B Nahrawardaya-3-jpeg.image
Mustofa B Nahrawardaya

JAKARTA (SALAM-ONLINE): Densus 88 kembali melakukan penangkapan tanpa “salam” dan “kalam”. Kali ini menimpa seorang Pengasuh sebuah Pondok Pesantren Di Makassar. Ustadz Muhammad Basri, Pengasuh Ponpes Tahfidzul Qur’an itu, pada Jumat (24/4) kemarin ditabrak sepeda motornya saat yang bersangkutan sedang berkendaraan dengan putranya yang baru berusia 3 tahun.

Aktivis muda Muhammadiyah Mustofa B Nahrawardaya dalam rilis yang dibagikan kepada wartawan, hari ini, Sabtu (25/4), menyesalkan penangkapan terhadap pengasuh Ponpes yang dilakukan secara brutal itu.

Ustadz Muhammad Basri saat diciduk tengah naik sepeda motor dengan anaknya yang masih berumur 3 tahun. Anak balita tersebut tentu menangis histeris ketakutan melihat ayahnya diperlakukan sedemikian rupa.

Dari kesaksian warga di tempat peristiwa, diperoleh keterangan, setelah terjatuh, Pengasuh Ponpes ini disergap 12 anggota Densus yang, oleh Mustofa B Nahrawardaya, disebut seperti menyergap hewan. “Dan dilakukan dengan cara brutal dan sadis,” ujarnya.

“Pengasuh Pospes Penghafal Al-Qur’an ini ditelikung tangannya menggunakan injakan sepatu lars usai ditabrak. Lalu diborgol dan diseret ke mobil aparat,” ungkap Mustofa mengutip kesaksian warga di lokasi kejadian.

“Cara-cara mengambil orang seperti yang dipertontonkan Densus kepada masyarakat Makassar, bukan saja memperluas rasa kebencian, tapi juga berpotensi melahirkan ‘teroris-teroris’ baru,” tegasnya.

Baca Juga

“Di mana sekarang Ustadz Basri? Tidak diketahui. Berapa hari atau berapa bulan beliau dijauhkan dari pesantren? Tidak diketahui. Sebagian dari yang ditangkap aparat, kadang lenyap begitu saja kabarnya, tanpa diketahui nasibnya,” sesal Peneliti ‘Terorisme’ ini dalam rilisnya kepada wartawan, Sabtu (25/4).

Bagaimana pun, kata Mustofa, seorang Pengasuh Pondok Pesantren, memiliki pengaruh di lingkungannya, sehingga cara brutal polisi dalam memperlakukan mereka, bisa berbuah pahit: balas dendam!

Mustofa mengatakan, belum juga sembuh rasa sakit kalangan Islam atas perlakuan brutal BNPT dan Kemenkominfo yang memblokir media Islam tanpa kompromi dan tanpa aturan, kini Densus kembali melakukan tindakan keji.

“Memperlakukan ulama yang belum jelas duduk persoalannya bagaikan hewan. Hanya berdasar dugaan, lalu menindak ulama tanpa pertimbangan,” ujarnya prihatin.

Menurutnya, jika cara seperti ini tak juga dikurangi, maka wacana pemberantasan “terorisme” jelas percuma. Bukannya berkurang, “teroris” yang dimaksudkan itu justru akan bertambah. (is/so)

Baca Juga