Tak Peduli Muslim Rohingya Dibantai, Cabut Nobel Perdamaian Suu Kyi

Aung San Suu Kyi saat berbicara di Oslo dalam pidato penerimaan hadiah nobel yang tertunda selama 21 tahun (reuters)-jpeg.image
Aung San Suu Kyi saat berbicara di Oslo dalam pidato penerimaan hadiah nobel pada 1991

LHOKSEUMAWE (SALAM-ONLINE): Anggota DPR Aceh Iskandar Usman Al-Farlaky meminta lembaga internasional mencabut nobel perdamaian Aung San Suu Kyi, karena tokoh oposisi itu dinilai tidak peka dan tidak peduli terhadap penderitaan Muslim Rohingya yang dibantai dan diusir dari Myanmar.

“Kita mengritik sikap Aung San Suu Kyi yang hanya diam melihat kekejaman Junta Militer Myanmar terhadap warga Rohingya,” kata Iskandar di Langsa, Kota Langsa, Jumat (22/5), menanggapi terdamparnya ratusan etnis Rohingya di Aceh.

Iskandar juga mendesak Pemerintah Pusat mempercepat pembahasan dengan Myanmar, Thailand, dan Malaysia terkait nasib pengungsi Muslim Rohingya.

“Indonesia harus bisa menekan PBB dan Myanmar agar segera mengambil langkah konkret mencegah arus pengungsian Rohingya. Kita juga harus mengetahui detail jika ada indikasi lain terkait arus migrasi ini termasuk soal warga Bangladesh yang kebanyakan mencari kerja,” ujarnya.

Namun sebelum memulangkan mereka juga diperlukan pemulihan kesehatan pengungsi tersebut terlebih dahulu. Karenanya, Iskandar mendesak Pemerintah Pusat untuk segera bertindak.

“Aceh sudah melakukan langkah kemanusian terbaik dengan menampung, membantu serta memfasilitasi pengungsi di penampungan. Ini langkah yang luar biasa sebagai solidaritas kemanusiaan dan wujud kecintaan sesama muslim,” kata mantan aktivis mahasiswa ini.

Iskandar berpendapat, tidak ada langkah lain yang harus ditempuh selain menekan Myanmar mengakui etnis Muslim Rohingya sebagai warga negara. Jika tidak, maka arus pengungsian akan terus terjadi dan kehidupan mereka akan terus terancam, sementara negara yang membantu mereka bersifat sementara.

Baca Juga

Politisi Partai Aceh ini menambahkan, sejak beberapa tahun terakhir Aceh yang merupakan sebuah provinsi paling ujung di Pulau Sumatera menjadi tempat persinggahan Muslim Rohingya setelah terombang-ambing di laut lepas.

Ia menambahkan, Pemerintah Indonesia, semestinya dapat bersikap lebih tegas untuk menekan rezim militer Myanmar.

Nilai investasi ekonomi yang besar itu bisa dijadikan senjata untuk mendorong Myanmar agar mengakui kewarganegaraan etnis Muslim Rohingya dan menghentikan pembantaian terhadap mereka, katanya.

“Aceh sudah berbuat maksimal untuk menyelematkan para imigran tersebut. Untuk itu dunia internasional harus segera mengambil tindakan serius terutama menekan masing-masing negara asal imigran agar menyelesaikan akar masalah yang menyebabkan warganya terusir dari tanahnya sendiri,” katanya.

Sumber: Antara

salamonline

Baca Juga