Terkuak di Tolikara, Fahmi Salim: “Bagaimana Mungkin Ada Pemerintahan Lain di Dalam Sebuah Negara”

Fahmi Salim-jpeg.image
Ustadz Fahmi Salim, MA (Foto: EZ/salam-online)

JAKARTA (SALAM-ONLINE): Penyerangan yang dilakukan oleh teroris Gereja Injil di Indonesia (GIDI) terhadap Muslim Tolikara pada saat shalat Id, 17 Juli lalu, merupakan tindak kekerasan yang melanggar HAM. Teror ini sangat melukai hati Umat Islam di Tolikara, Papua.

Demikian disampaikan oleh Ustadz Fahmi Salim, M.A Wakil Sekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Ustadz Fahmi Salim, MA. Ia menegaskan, di Tolikara ada tiga masalah besar yang harus segera diselesaikan pemerintah melalui jalur hukum.

“Ada tiga persoalan penting yang harus segera diselesaikan, pertama kasus pelanggaran HAM terhadap umat Islam. Kedua, pemerintah harus segera tegas mencabut Perda diskriminatif, ketiga, separatisme dan terorisme yang dilakukan kelompok GIDI, ini harus melibatkan Menkopolhukam, terkait dalam menjaga wilayah teritorial Indonesia,“ ujar Fahmi Salim dalam acara Tabligh Akbar di Masjid Al-Azhar, Ahad (2/7).

Ia menambahkan, yang terkuak di Tolikara adalah ketidakberdayaan negara dalam persoalan-persoalan yang menyangkut daerah otonomi khusus di wilayah timur Indonesia.

Baca Juga

“Bagaimana mungkin ada pemerintahan lain di dalam sebuah negara, pihak asing dapat leluasa masuk ke Indonesia. Pemerintah harus segera mengambil tindakan tegas, jangan sampai ada wilayah Indonesia yang dikuasai oleh kepentingan asing,“ pintanya.

Fahmi juga menyayangkan perilaku diskriminatif dari opini para petinggi dan pejabat negara ketika terjadi penyerangan yang dilakukan GIDI kepada Muslim di Tolikara. “Terkesan pemerintah menutup mata,” sesalnya.

“Jika kita lihat pemerintah sangat berhati-hati untuk menyetujui tentang Perda di Aceh Darussalam dalam penerapan syariat Islam. Berbeda dengan Tolikara, kasus ini tidak menyentuh pimpinan pusatnya. Ada kesan sengaja atau tutup mata, demi menjaga papua tidak lepas dari NKRI. Di Tolikara sudah umum disebut, Muslim itu NKRI, ini sangat disayangkan,“ ujar Anggota Komisi Penelitian dan Pengkajian MUI Pusat ini. (EZ/salam-online)

Baca Juga