Yusril: Untuk Menghindari Calon Tunggal, Presidential Threshold 20 Persen Harus Dilawan

Prof Yusril (kiri) menyampaikan paparannya dalam diskusi DPP Partai Bulan Bintang (PBB), Senin (21/8/2017), dengan tema “Tinjauan UU Pemilu 2017” dan “Dampak Perppu No 2 Tahun 2017 terhadap Aktivitas Ormas Islam” di Kantor PBB, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. (Foto: EZ/Salam-Online)

JAKARTA (SALAM-ONLINE): UU Pemilu disahkan DPR pada 20-21 Juli lalu, meski diwarnai aksi walk out oleh empat fraksi (Gerindra, PKS, Demokrat, PAN). Dan, Presiden Joko Widodo menandatangani UU tersebut pada Rabu (16/8/2017) lalu. Sebelumnya Joko Widodo juga menandatangani Perppu Ormas No 2/2017. Keduanya mengundang protes.

Merespons UU dan Perppu tersebut, DPP Partai Bulan Bintang (PBB) menggelar Diskusi dengan tema ‘Tinjauan UU Pemilu 2017’ dan ‘Dampak Perppu No 2 Tahun 2017 terhadap Aktivitas Ormas Islam’.

Pakar Hukum Tata Negara yang juga Ketua Umum PBB Prof Dr Yusril Ihza Mahendra menjadi Keynote Speaker dalam diskusi ini. Sementara Pakar Hukum Tata Negara Dr Irmanputra Sidin didapuk sebagai nara sumber.

Prof Yusril mengatakan pada mulanya dia mengajukan pasal-pasal tentang Presidential Threshold (ambang batas bagi partai politik atau gabungan partai politik untuk mengajukan calon presiden atau wakil presiden) atas nama sendiri sebagai pemohon. Namun, mantan Menkum-HAM ini kemudian memastikan akan mengubah pemohon uji materi UU Penyelenggaran Pemilu terkait ketentuan Presidential Threshold itu, dari perseorangan menjadi partai politik.

“Setelah saya renungkan, kedudukan PBB sebagai peserta pemilu serentak 2019 lebih kuat legal standing-nya ketimbang saya secara pribadi,” ujar Yusril dalam diskusi yang digelar di kantor DPP Partai Bulan Bintang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Senin (21/8/2017).

Yusril beralasan, pihaknya tak ingin kemudian soal posisi legal standing ini menjadi masalah di sidang Mahkamah Konstitusi (MK) nantinya.

Baca Juga

“Saya tak menginginkan posisi legal standing pemohon dipersoalkan, terlebih soal Presidential Threshold bukanlah soal mudah. Beberapa kali soal Presidential Threshold ini diajukan namun selalu ditolak MK. Terakhir, diputuskan MK pemilunya serentak. Kalau masih ada Presidential Threshold ini aneh juga,” ujarnya.

Yusril dalam paparannya juga menyebutkan bahwa dalam putusannya MK sendiri menyatakan Presidential Threshold itu sesuatu yang buruk. Karena itu, kata Yusril, pihaknya juga merasa heran kenapa sesuatu yang buruk masih tetap digunakan.

Menurutnya, proses pencalonan PBB akan terhambat dengan adanya ketentuan Presidential Threshold 20-25 persen itu. Yusril menilai, hambatan ini tidak hanya dihadapi olehnya, tetapi juga semua bakal calon lain seperti Prabowo Subianto yang akan dicalonkan Gerindra atau Agus Harimurti Yudhoyono yang potensial dicalonkan oleh Partai Demokrat.

Presidential Threshold 20-25 persen seperti itu, menurut mantan Mensesneg ini, didesain hanya untuk memunculkan calon tunggal, Joko Widodo (Jokowi) yang diperkirakan akan didukung oleh PDIP, Golkar, PPP, Nasdem, Hanura dan PAN.

Untuk itu, Yusril menentang Presidential Threshold yang hanya memunculkan calon tunggal karena bertentangan dengan UUD 45 paska amandemen yang mengisyaratkan calon presiden/wakil presiden lebih dari sepasang.

“Jadi Presidential Threshold 20 persen memang harus dilawan untuk menghindari munculnya calon tunggal Joko Widodo. Calon tunggal seperti itu bukan saja tidak baik bagi bagi perkembangan demokrasi, tetapi juga akan menimbulkan persoalan konstitusionalitas,” tandasnya. (EZ/Salam-Online)

Baca Juga