Berebut Bantuan yang Dilempar dari Truk, Tiga Pengungsi Rohingya di Bangladesh Meninggal

Sejumlah pengungsi Rohingya berupaya memperoleh bantuan makanan dari warga Bangladesh yang membagikannya dari atas truk. (Foto: Gettyimages)

KUTUPALONG (SALAM-ONLINE): Seorang perempuan dan dua anak menjadi korban maut setelah mereka berupaya berebut bantuan berupa pakaian dari warga Bangladesh di Balukhali Pan Bazar, dekat kamp pengungsian Kutupalong, Bangladesh, pada Jumat (15/9) lalu, demikian lansir CNN, Senin (18/9/2017).

Lembaga bantuan kemanusiaan the Inter Sector Coordination Group (ISGC) mengatakan, pola pembagian paket bantuan yang dilakukan dengan cara dilemparkan dari atas truk yang melaju ke sejumlah kamp itu membahayakan nyawa para pengungsi Rohingya. Pola seperti ini membuat para pengungsi mau tidak mau harus berjibaku dan memperebutkan paket bantuan dengan berdesak-desakan.

Jurnalis CNN yang bertugas mengaku menyaksikan ketika sebuah truk berisi bantuan berhenti di suatu lokasi kamp, para pengungsi kemudian berlarian ke arah truk melewati lumpur dan menabrak kerumunan dengan harapan memperoleh sedikit suplai bantuan.

Peristiwa meninggalnya ketiga pengungsi Rohingya tersebut menunjukkan kegawatan situasi dan kondisi saat ini di kamp pengungsian. Diperkirakan ada sekitar 409.000 pengungsi yang tiba di kamp-kamp pengungsian Bangladesh yang dimulai sejak 25 Agustus lalu. Jumlah itu dua kali lipat melebihi jumlah pengungsi Rohingya yang telah lebih dahulu berada ditempat itu.

“Kami hanya ingin menolong,” teriak seorang warga dari atas truk sambil berupaya membagikan suplai bantuan.

Lembaga-lembaga kemanusiaan yang berada di lokasi kamp pengungsian mengapresiasi kepedulian dan upaya warga Bangladesh untuk ikut membantu ratusan ribu Muslim Rohingya yang terpaksa melarikan diri menyusul aksi brutal tentara Myanmar di wilayah Rakhine. Namun, cara yang dilakukan oleh relawan-relawan non-organisasi tersebut sangat membahayakan.

Juru bicara Federasi Internasional Bulan Sabit Merah (IFRC) Bangladesh, Corinne Ambler, mengatakan, sebaiknya para pengungsi menerima bantuan resmi yang didistribusikan oleh lembaga-lembaga resmi. Dia melihat, pola pembagian melalui truk sangatlah berbahaya dan terkadang membuat sesama pengungsi berkelahi untuk mendapatkan bantuan.

Bagi pengungsi yang belum memperoleh bantuan, mereka seringkali nekat memanjat truk dan mencoba mendapatkan apa saja yang bisa mereka bawa. Namun, sangat disayangkan, di truk berisi bantuan itu juga ada orang-orang yang berjaga dengan membawa tongkat dan memukuli para pengungsi yang memanjat-manjat itu. Ambler juga melihat, anak-anak seringkali berada dalam bahaya karena para pengemudi truk sering tidak melihat badan mereka yang kecil.

Baca Juga

Penderitaaan Tiada Usai

Banyak dari pengungsi Rohingya menderita dan menahan sakit, kelaparan dan dehidrasi setibanya di kamp pengungsian. Banyak pula yang mengalami malnutrisi, diare dan luka tembak, luka bakar, atau terkena ranjau ketika berupaya menempuh perjalanan dari kampung halaman ke Bangladesh.

“Kami datang ke Bangladesh karena kehidupan kami di sana (Rakhine) sangat berbahaya. Peluru-peluru berterbangan seperti hujan,” ungkap seorang pengungsi berusia 60 tahun. “Aku terjatuh ketika sedang berlari, dan melukai lututku. Aku tidak dapat duduk dengan baik sekarang,” lanjutnya.

Lembaga-lembaga kemanusiaan yang berada di lokasi kamp pengungsian—termasuk IRFC, Program Pangan Dunia (WFP), serta lembaga PBB lainnya—harus memprioritaskan pendistribusian suplai bantuan ke para pengungsi yang dinilai paling membutuhkan dan rentan seperti ibu hamil, bayi, orang sakit, serta lansia. Ambler menggambarkan, tenaga bantuan yang berada di lokasi sangat jauh tidak sebanding dengan ribuan pengungsi.

“Aku hanya bisa mengatakan ini adalah penderitaan yang tiada usai. Aku belum pernah melihat yang seperti ini sebelumnya,” ungkap Ambler. “Kami tidak dapat menanggulangi orang dengan sebanyak seperti sekarang ini. Aku juga tidak tahu bagaimana kami akan membantu mereka jika jumlah mereka bertambah,” ujarnya.

Bantuan yang diterima hanya cukup bagi mereka untuk bertahan hidup. Bantuan itu rata-rata berupa susu, jus, semolina (tepung), serta biskuit dengan karbohidrat. Kebanyakan pengungsi tidak memiliki alat masak dan tidak mendapat aliran listrik. Jadi mereka hanya bisa menerima makanan yang tidak perlu dimasak. (al-Fath/Salam Online)

Sumber: CNN

Baca Juga