GPII Sebut Seminar Sejarah 1965 di LBH untuk Adu Domba Bangsa

Sekitar 2.000 massa mengepung Gedung LBH Jakarta untuk memprotes Seminar Pengungkapan Sejarah 1965 dan acara lainnya yang dinilai berbau PKI

JAKARTA (SALAM-ONLINE): Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) menyebut acara yang digelar di Gedung LBH/YLBHI Jakarta sebagai upaya adu domba antar anak bangsa.

“Kami menolak demi marwah dan wibawa Negara Kesatuan Republik Indonesia serta wibawa TNI dan Polri. Jika tetap terselenggara, nanti dituduhlah pelakunya (peristiwa 1965 itu) adalah orde baru dan TNI AD. Artinya, mereka membuat diskusi untuk mengadu domba antar anak bangsa, mereka sengaja membuat itu,” ujar Ketua Bidang Dakwah GPII yang juga Koordinator Lapangan (Korlap) Aksi Pembubaran Acara di LBH, Nanang Kosim, kepada Salam-Online, Senin (18/9).

Senin (18/9/2017), aparat kepolisian masih berjaga-jaga di depan kantor LBH, Jl Diponegoro, Jakarta Pusat. Sebelumnya, Sabtu-Ahad (16-17/9) malam, sekitar 2.000 massa dari berbagai elemen menggelar aksi di depan kantor LBH itu untuk memprotes Diskusi Sejarah yang bertajuk ‘Pengungkapan Kebenaran Sejarah 1965”.

Aksi yang berujung rusuh itu menyebabkan sejumlah orang, termasuk warga, harus menjalani perawatan di rumah sakit akibat terkena tembakan gas air mata. Selain itu, menurut Kapolda Metro Jaya Irjen (Pol) Drs Idham Azis, M.Si, 22 orang yang diduga sebagai provokator telah diamankan.

Massa gabungan yang menamakan diri Aliansi Mahasiswa Peduli Hukum mendatangi Gedung LBH Jakarta, Sabtu (16/9) untuk memprotes Seminar ‘Pengungkapan Kebenaran Sejarah 1965/66’. Mereka menuntut dibubarkannya seminar tersebut karena dianggap akan membangkitkan PKI.

Aksi penolakan Aliansi Mahasiswa Peduli Hukum itu diikuti berbagai elemen. Selain kelompok mahasiswa, sejumlah orang berseragam GP Anshor, BANSER dan GPII berbaur dalam aksi itu.

Acara di LBH itu pun dibubarkan polisi. Tetapi Ahad (17/9) sore hingga malam panitia kembali melanjutkan acara yang, menurut massa, tetap berbau PKI. Para peserta aksi juga menyebut dalam acara itu dinyanyikan lagu Genjer-genjer yang selama ini diasosiasikan sebagai lagu propagandanya PKI.

Panitia pun menampik dan mengatakan bahwa pada Ahad kemarin hingga malam harinya mereka hanya menggelar pentas seni saja. Selain itu, acara tersebut, menurut Direktur LBH Jakarta, Alghiffari Aqsa, sebagai bentuk protes pembubaran seminar oleh pihak kepolisian sehari sebelumnya, Sabtu (16/9).

“Kami hari ini menyelenggarakan acara seni saja. Menolak pembubaran seminar oleh kepolisian,” ujar Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur sebagaimana dikutip oleh beberapa media online, Ahad (17/9).

Yang dimaksud Isnur adalah bahwa pada Ahad sore hingga malam tadi, LBH Jakarta dan YLBHI menggelar acara “Asik Asik Aksi: Indonesia Darurat Demokrasi”. Acara itu sebagai bentuk protes atas dihentikannya secara paksa oleh kepolisian diskusi tentang Sejarah 65 di Gedung YLBHI itu.

Kapolda Irjen (Pol) Idham Azis pun lewat pengeras suara mengumumkan kepada ribuan massa, Ahad (17/9) malam bahwa acara di Gedung LBH tak terkait dengan PKI. Namun rupanya massa tetap tak percaya.

Baca Juga

Sementara Korlap dari GPII, Nanang Kosim mengungkapkan, pihaknya kembali menggelar aksi dengan tujuan untuk membubarkan acara tersebut. Ia juga menyebut ada anak tokoh PKI dalam acara itu.

Nanang mengatakan, pihaknya sudah melaporkan acara tersebut sebelumnya, pada Sabtu (16/9) kepada pihak kepolisian.

“Sejak Sabtu kami sudah melaporkan kepada pihak kepolisian. Polisi juga sudah membubarkan acara itu di hari Sabtu. Tetapi Sabtu sore mereka tetap membuat acara masuk ke dalam, dan pada Minggu pun mereka membuat (acara) lagi. Ini keterlaluan, tidak bisa dibiarkan,” kata Nanang.

Nanang mengungkapkan, ia memiliki bukti TOR kegiatan Seminar Sejarah 1965 tersebut. Dia memeparkan, di dalamnya ada upaya pembelokan sejarah peristiwa 1965 yang dianggap sebagai catatan hitam negara Indonesia.

“Kami telah memiliki TOR (seminar) untuk membongkar peristiwa 1965. Di dalam TOR akan mendatangkan wantimpres, jadi mereka benar-benar mau memutarbalikkan sejarah,” terang Nanang.

Sementara dalam rilis dan konferensi persnya, Senin (18/9), LBH/YLBHI membantah acara yang digelar dikantor LBH itu terkait PKI.

Menurut Ketua Umum YLBHI Asfinawati dan Direktur LBH Jakarta, Alghiffari Aqsa, apparat kepolisian, mulai dar Kapolsek Menteng, Kapolres Jakarta Pusat, Kabaintelkam Mabes Polri dan Kapolda Metro Jaya, telah melakukan klarifikasi langsung, melihat semua bahan, mengawasi terus menerus dan mengakui serta menjelaskan kepada massa bahwa tidak ada acara yang berkaitan sama sekali dengan PKI atau komunisme.

“Tetapi massa tidak mau mendengar, dan melawan aparat,” ungkap Alghiffari.

Namun Nanang melihat, tak hanya bertujuan mengadu domba antar anak bangsa, menurutnya, penyelenggara seminar Sejarah 1965 itu juga dilindungi oleh lembaga asing untuk dapat melancarkan keinginannya yaitu memutarbalikkan fakta sejarah.

“Mereka itu memakai LBH pasti ada yang backup dan LSM asing karena orang-orang yang ingin memutar balikkan sejarah 1965 itu dilindungi lembaga hukum di Den Hag,” bebernya.Jadi ke depan, kata Nanang, urusan komunis ini sangat sensitif. Masyarakat harus lebih menekankan penguatan moral agama dan pancasila dalam berkehidupan.

“Jadi harus dikedepankan penguatan moral Pancasila dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara. Yang penting itu seluruh masyarakat Indonesia tidak boleh terprovokasi oleh adu domba komunis,” tegas Nanang. (EZ/Salam-Online)

Baca Juga