Sebut Ciri-ciri Teroris Teriak Takbir, Kapolres Dharmasraya Diminta Dicopot dan Disekolahkan Lagi

Kapolres Dharmasraya, Sumbar, AKBP Roedy Yoelianto

SALAM-ONLINE: Pernyataan Kapolres Dharmasraya, Sumatera Barat (Sumbar), AKBP Roedy Yoelianto di sebuah stasiun televisi swasta nasional yang menyebut salah satu ciri-ciri teroris yang membakar Mapolres Dharmasraya adalah meneriakkan takbir, menuai protes.

Dalam siaran langsung itu AKBP Roedy Yoelianto menyatakan, selain ditemukan kertas berisikan seruan jihad, dasar polisi menyebut kedua pelaku pembakaran Mapolres Dharmasraya sebagai teroris lantaran pelaku meneriakkan takbir.

Pernyataan itu memicu reaksi keras dari para ulama dan tokoh-tokoh Islam, khususnya di Sumbar. Ketua MUI Sumbar, Gusrizal Gazahar seperti dilansir Harian Haluan Padang, Kamis (16/11/2017), mengingatkan kepolisian agar lebih jernih dan tidak membuat pernyataan yang meresahkan masyarakat seperti anggapan bahwa teriakan takbir adalah ciri terorisme.

Sementara Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon mengatakan bahwa Kapolres tersebut tidak memahami arti Pancasila yang sesungguhnya.

“Jelas Kapolres ini tak paham Pancasila, tak paham Pancasila yang sesungguhnya,” kata Fadli kepada Salam-Online, Ahad (19/11).

Menurut Fadli, Kapolres Djarmasraya itu pun tidak memahami ajaran Islam. Selain itu, dari pernyataannya itu, ujarnya, Kapolres tersebut bisa disebut mengadu domba kelompok masyarakat.

Baca Juga

“Ia tidak memahami ajaran Islam. Pernyataan tersebut bisa mengadu domba kelompok masyarakat dan merugikan Polri. Sebaiknya segera dicopot dan diberi sanksi, lalu disekolahkan lagi,” tegas Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini.

Hal senada juga ditegaskan oleh Anggota Komisi III DPR Muhammad Syafii. Ia mendesak Kapolri untuk mencopot Kapolres Dharmasraya tersebut.

“Saya minta Kapolri untuk segera mencopot Kapolres yang tidak memahami hukum ini dari jabatannya,” ujar Syafii seperti dikutip MediaUmat.News, Kamis (16/11).

Kapolri Jenderal Tito Karnavian sendiri menolak anggapan aksi terorisme berkaitan dengan Islam atau sebaliknya.

Penolakan itu disampaikan Tito dalam orasi ilmiah saat dikukuhkan menjadi Guru Besar untuk Studi Strategis Kajian Kontra Terorisme oleh Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), pada 26 Oktober 2017 lalu.

“Terorisme bukan berarti Islam. Islam bukan berarti terorisme. Islam adalah ajaran yang damai,” terang Tito di Auditorium PTIK, Jakarta Selatan, Kamis (26/10). (EZ/Salam-Online)

Baca Juga