Belajar dari Kasus Indosat, Waspadai Kebijakan Holding Jadi Pintu Masuk Terjualnya BUMN

Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PKS Adang Daradjatun (tengah) dalam diskusi publik ‘Jangan Jual BUMN”. (Foto: MNM/Salam-Online)

JAKARTA (SALAM-ONLINE): Pemerintah melalui Kementerian BUMN membuat Kebijakan holding sektor pertambangan.

Kebijakan ini dilakukan berdasarkan PP Nomor 47/2017 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara RI ke dalam Saham Perusahan Perseroan (Persero) PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) yang menempatkan PT Antam Tbk, PT Bukit Asam Tbk ataupun PT Timah Tbk sebagai anak perusahaan PT Inalum.

Kebijakan Pemerintah tersebut menuai banyak reaksi, di antaranya dari Anggota Fraksi PKS, Adang Daradjatun. Menurutnya, pemerintah perlu berkomitmen agar kebijakan tersebut tidak menjadi pintu masuk terjualnya BUMN.

“Perlu Antisipasi sejak dini untuk mengawasi dan mengkritisi,” ujar Adang dalam diskusi publik bertajuk ‘Jangan Jual BUMN’ di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (6/12/2017).

Anggota Komisi VI DPR ini menyatakan, publik perlu mendapatkan penjelasan secara transparan terhadap serangkaian kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah terkait hilirisasi BUMN itu.

Baca Juga

Dia juga mengingatkan, kasus Indosat yang pada tahun 2002 dijual kepada Singapore Technologies Telemedia (STT), anak usaha Temasek Holding Company yang merupakan Multi National Corporation (MNC milik Singapura, seharusnya menjadi pelajaran bagi pemerintah.

Mantan Wakapolri ini mempertanyakan, kebijakan Holding BUMN kepada PT Inalum, menguntungkan atau justru merugikan negara?

“Yang perlu diwaspadai dalam aksi Holding, apakah Inalum mampu mengelola hilirisasi seperti yang diharapkan?” tanya Adang.

Kebijakan holding sektor pertambangan yang dilakukan atas PP Nomor 47/2017 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara RI ke dalam Saham Perusahan Perseroan (Persero) PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) yang menempatkan PT Antam Tbk, PT Bukit Asam Tbk ataupun PT Timah Tbk sebagai anak perusahaan PT Inalum, menjadikan ketiga perusahaan BUMN tersebut berubah status dari BUMN menjadi persero terbatas.

Hal itu disebabkan sebagian besar sahamnya tidak lagi dimiliki Negara. Akibatnya, Pemerintah melalui Menteri BUMN tidak memiliki kewenangan terhadap anak perusahaan BUMN. (MNM/Salam-Online)

Baca Juga